Suatu hari, tampak
seorang pemuda
tergesa-gesa memasuki
sebuah restoran karena
kelaparan sejak pagi
belum sarapan. Setelah
memesan makanan,
seorang anak penjaja
kue menghampirinya,
"Om, beli kue Om,
masih hangat dan enak
rasanya!"
"Tidak Dik, saya mau
makan nasi saja," kata
si pemuda menolak.
Sambil tersenyum si
anak pun berlalu dan
menunggu di luar
restoran.
Melihat si pemuda
telah selesai
menyantap
makanannya, si anak
menghampiri lagi dan
menyodorkan kuenya.
Si pemuda sambil
beranjak ke kasir
hendak membayar
makanan berkata,
"Tidak Dik, saya sudah
kenyang."
Sambil terus mengikuti
si pemuda, si anak
berkata, "Kuenya bisa
dibuat oleh-oleh
pulang, Om."
Dompet yang belum
sempat dimasukkan ke
kantong pun dibukanya
kembali.
Dikeluarkannya dua
lembar ribuan dan ia
mengangsurkan ke
anak penjual kue.
"Saya tidak mau
kuenya. Uang ini
anggap saja sedekah
dari saya."
Dengan senang hati
diterimanya uang itu.
Lalu, dia bergegas ke
luar restoran, dan
memberikan uang
pemberian tadi kepada
pengemis yang berada
di depan restoran.
Si pemuda
memperhatikan dengan
seksama. Dia merasa
heran dan sedikit
tersinggung. Ia
langsung menegur,
"Hai adik kecil, kenapa
uangnya kamu berikan
kepada orang lain?
Kamu berjualan kan
untuk mendapatkan
uang. Kenapa setelah
uang ada di tanganmu,
malah kamu berikan ke
si pengemis itu?"
"Om, saya mohon maaf.
Jangan marah ya. Ibu
saya mengajarkan
kepada saya untuk
mendapatkan uang dari
usaha berjualan atas
jerih payah sendiri,
bukan dari mengemis.
Kue-kue ini dibuat oleh
ibu saya sendiri dan ibu
pasti kecewa, marah,
dan sedih, jika saya
menerima uang dari
Om bukan hasil dari
menjual kue. Tadi Om
bilang, uang sedekah,
maka uangnya saya
berikan kepada
pengemis itu."
Si pemuda merasa
takjub dan
menganggukkan kepala
tanda mengerti.
"Baiklah, berapa
banyak kue yang kamu
bawa? Saya borong
semua untuk oleh-
oleh." Si anak pun
segera menghitung
dengan gembira.
Sambil menyerahkan
uang si pemuda
berkata, "Terima kasih
Dik, atas pelajaran hari
ini. Sampaikan salam
saya kepada ibumu."
Walaupun tidak
mengerti tentang
pelajaran apa yang
dikatakan si pemuda,
dengan gembira
diterimanya uang itu
sambil berucap,
"Terima kasih, Om. Ibu
saya pasti akan
gembira sekali, hasil
kerja kerasnya dihargai
dan itu sangat berarti
bagi kehidupan kami."
===================
===================
=============
Ini sebuah ilustrasi
tentang sikap
perjuangan hidup yang
POSITIF dan
TERHORMAT. Walaupun
mereka miskin harta,
tetapi mereka kaya
mental! Menyikapi
kemiskinan bukan
dengan mengemis dan
minta belas kasihan
dari orang lain. Tapi
dengan bekerja keras,
jujur, dan membanting
tulang.
Jika setiap manusia
mau melatih dan
mengembangkan
kekayaan mental di
dalam menjalani
kehidupan ini, lambat
atau cepat kekayaan
mental yang telah kita
miliki itu akan
mengkristal menjadi
karakter, dan karakter
itulah yang akan
menjadi embrio dari
kesuksesan sejati yang
mampu kita ukir
dengan gemilang.
Sumber :
andriewongso.com
No comments:
Post a Comment